Kisah Cinta itu Berawal dari (Macromedia) Flash

Jam menunjukkan waktu maghrib. Suasana ruang Himpunan Mahasiswa waktu itu udah gelap. Kemudian datang serombongan mahasiswa baru. “Kak, kenalan dunk. Minta biodata plus tanda tangan ya!” Ketika ospek masih menjadi semacam tradisi untuk mahasiswa baru berkenalan dengan kakak-kakak tingkatnya. Nama, alamat, nomer hape, tulisan apalah dan diakhiri dengan tanda tangan pada halaman sebuah ‘buku kompak’. Bagi aku saat itu, mungkin selepas maghrib juga belum tentu ingat semua nama-nama maba yang ngajak kenalan barusan. Tapi hal itu ga berlaku sebaliknya bagi salah seorang gadis. Seorang gadis mungil dengan jilbab putihnya.

Kuliah. Praktikum. Tugas-tugas yang entah dari kapan tapi selalu dikerjain malam sebelum deadline pengumpulan keesokan harinya. Ujian tengah semester. Kuliah dengan dosen yang udah berganti. (Di sini satu mata kuliah diampu dua orang dosen). Dan tak terasa ujian akhir semester ganjil udah di depan mata. Menghadapi uas udah ga pake sistem belajar kebut semalam lagi, namun udah menjurus sistem belajar di tempat alias belajar waktu ujian tengah berlangsung. *If u know what i mean :p

Libur. Kembali masuk kuliah disambut semester baru, semester genap. Awal-awal semester, hidup masih berjalan layaknya kesibukan mahasiswa pada umumnya (kuliah, praktikum, ngerjain tugas-tugas, mbokep). Ga ada yang istimewa memang, selain seorang temen yang baru memasang inet berkecepatan 384 kbps dengan bangganya berhasil donlot potongan-potongan ‘film edukasi’ hingga hampir 1 GB. (Zaman itu, kecepatan 384 kbps udah terasa ‘wah’).

Tak terasa ujian tengah semester genap pun kembali menghadang. Selepas UTS, perjumpaannya kembali dengan seorang teman waktu SD sedikit mengubah pandangannya. Kalo hidup ala mahasiswa itu tak sekedar ngampus-praktikum-ngerjain tugas-nikmatin film edukasi. Di semester ini hidup berjalan dengan sesekali juga udah mulai nyiapin diri buat kepengurusan HM ke depannya. Hal itu pula lah yang kemudian secara tidak sengaja (kalo tidak mau dikatakan terpaksa) membawanya mengikuti sebuah kegiatan Latihan Kepemimpinan yang diadain oleh BEM Fakultas.

Sebenarnya waktu itu bisa dikatakan udah terlambat untuk sebuah kegiatan semacam LK. Ya, harusnya ikut acara-acara kememimpinan udah dari tahun sebelumnya. Sehingga di acara LK itu pun kebanyakan peserta adalah mahasiswa tahun pertama. Dari beberapa mahasiswa adik tingkat yang ikut LK, ada yang mendaftar via HM dan beberapa nama mendaftar secara mandiri. Ada seorang nama, Anna, yang pada pembagian kelompok nantinya, ia satu kelompok dengan temen downloader-ku (re: paragraf tiga. 384 kbps).

Hari baru, kenalan baru, aktivitas baru. Beberapa minggu dilewati dengan berinteraksi teman-teman baru dari berbagai jurusan berbeda. Mau ga mau akhirnya ya deket deh dengan salah seorang di antaranya. Lenc, (nama lengkapnya Lencung), salah seorang temenku yang juga ikut acara serupa, berkata gini: “Cerita latihan kepemimpinan usai, namun ada cerita lain sesudahnya ya..” *uhuk*

Minggu kembali berganti, bulan baru pun nongol silih berganti. Melewati hidup yang sedikit berbeda dengan semester-semester sebelumnya, tak terasa jadwal ujian akhir semester tiba-tiba aja nongol di depan mata. Rutinitas harian terhenti sebentar demi menyambut sang selingan UAS. Dibekali otak sedikit encer meski rada porno, dua minggu ujian itu pun berlalu. UAS usai, tinggal menunggu nilai.

Di suatu siang, hape berdering. SMS masuk, dari Anna. “Mas, bisa flash gak? Ni ada temen yang pengen belajar flash bwt presentasi. Bisa bantuin?” Sebuah SMS. Namun inilah salah satu titik terpenting dalam hidupku. Pernah nonton film The Butterfly Effect? ‘Kepakan seekor kupu-kupu di sini, bisa menyebabkan badai tornado pada belahan bumi lain’. Aku sampai mengoleksi ketiga filmnya, meski yang terbaik (menurutku) tetaplah film pertamannya, yang ada Ashton Krucher main di situ.
Kalau saja saat itu aku ga membalas SMS-nya, ataupun membalas ‘Tidak’, mungkin saja hidupku sekarang ga akan sebahagia ini 🙂

“Flash ya. Sebatas bisa sih, sedikit-sedikit. Temen siapa?”
“Ni temenku, Lesta, anak D3 Perkapalan. Kapan Mas bisa ngajarin. Kami ke kosmu atau gimana?”
“Rabu ya. Aku yang ke tempat kalian aja”

Rabu pagi. SMS masuk. “Mas, di kosku / Lesta kayaknya ga bisa deh. Ntar ngajarinnya di kampus aja y. Ok” Aku hanya membatin, ‘Ni anak seenak udelnya aja sih nge-OK-in tempat’ -_-

Rabu siang. Ba’da dhuhur. SMS. “Mas, kami dah di kampus. Kamu di mana?”
“Aku masih di MPD”
“MPD?” <~ udah hampir setahun di Tembalang tapi ga kenal singkatan ini.
“Masjid Pangeran Diponegoro. Iya aku meluncur ke sana” *kemudian ngambil papan seluncuran di TK sebelah masjid*

Kampus. Dikenalkannya aku ma Lesta. “Lha.. Aku ma km ga kenalan lagi nih?”
“Ngapain Mas? Kan dulu udah pernah. Pas aku minta biodata buat buku kompak” <~ Kalimat kedua yang aku dengar darinya secara langsung.
“Hahaha.. Iya juga sih. Lagian udah saling kenal juga ya lewat praktikum”
“Lho Mas-nya ngasisteni toh?” (Diam sebentar) “Eh iya ding! Aku pernah nulis namamu pas ngumpulin laporan praktikum”
Aku hanya membatin, ‘Whar the f!!! Praktikum hampir satu semester tapi ga ngenalin asistennya’ *Kemudian tersadar betapa ga terkenalnya aku* :))

Cerita selanjutnya berlanjut aku ngajarin *coret* ngenalin Flash ke lesta. Jadi ceritanya, Lesta itu ikutan lomba (apalah). Trus dia kenal Flash entah dari mana. Dia jadi tahu kalo flash (selain buat animasi) bisa buat bikin presentasi. “Kog ga pake powerpoint biasa aja?” “Mau bikin yang lain daripada yang lain mas” Karena presentasi menggunakan powerpoint terlalu mainstream <~ *waktu itu belum kenal 9gag, 1cuk. Belum kenal kalimat ini. Hahaa*

bersambung ke page 2

14 Comments

Leave a Comment

Capcay *